Beberapa waktu ke belakang sedang viral obrolan Arra si anak lima tahun tentang jodoh yang dinilai terlalu dini untuk dibicarakan anak seusianya.
Sedang anakku yang waktu itu, entah berapa usianya, mungkin sekitar 5 - 6 tahun, hingga saat ini, bicara soal dirinya yang tak mau menikah dan punya anak. Kadang dia bisa menjelaskan betapa menikah dan punya anak itu ribet dan menyusahkan, kadang sekenanya juga dia bilang malu sama istrinya, yang menurutnya adalah orang lain.
Aku pun ngga tau kenapa tiba-tiba dia punya pandangan begitu soal pernikahan dan punya anak. Tapi firasatku pasti ada hal yang sudah menjadi trauma sendiri dalam diri anak kecilku itu. Mungkin pengasuhanku belum tepat atau hubunganku dengan bapaknya belum menjadi contoh yang benar. Sudah kucoba sekuat tenaga dan pikiran tapi tak bisa kuingkari, bahwa aku, kami, telah membuat luka, dari berbagai celah. Yang sebisa mungkin ku tembel walau mungkin tak lagi menjadi sempurna.
Aku juga bingung harus bagaimana bersikap. Kubilang, "Memang berat tapi juga ada bahagianya. (diiringi penjabaran apa-apa yang bikin berat dan apa saja yang membuat bahagia). Nanti kalau Keefe sudah dewasa pasti udah bisa matang berpikir dan buat keputusan. Apapun ya ibuk dukung."
Aku tak serta merta bilang kalau menikah itu pasti bahagia apalagi doktrin kewajiban menikah. Karena sekalipun bahagia punya Keefe, kalau terlahir kembali mungkin kupilih melajang, hahah...
No comments:
Post a Comment